Jakarta – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengingatkan bahwa praktik jual beli jabatan di lingkungan pemerintahan merupakan akar dari munculnya berbagai kasus korupsi lain. Hal itu diungkapkan menyusul penanganan perkara suap jabatan dan proyek di Pemerintah Kabupaten Ponorogo, Jawa Timur.
Plt. Juru Bicara KPK, Tessa Mahardhika, menjelaskan bahwa jual beli jabatan bukan sekadar pelanggaran etik, melainkan dapat menimbulkan efek berantai yang berujung pada tindak pidana korupsi.
> “Ketika seseorang mendapatkan jabatan melalui transaksi, orientasinya bukan lagi pelayanan publik, tapi bagaimana mengembalikan modal yang sudah dikeluarkan,” ujar Tessa di Jakarta, dikutip Rabu (12/11/2025).
Menurut KPK, kondisi tersebut kerap membuat pejabat yang baru dilantik berupaya mencari keuntungan melalui proyek-proyek di instansi yang dipimpinnya. Praktik ini juga menciptakan kompetisi yang tidak sehat di kalangan aparatur sipil negara (ASN).
> “Persaingan jabatan menjadi ajang untuk mempertahankan posisi, bukan untuk meningkatkan kinerja dan pelayanan masyarakat,” tambah Tessa.
Empat Pejabat Ponorogo Jadi Tersangka
Dalam kasus di Ponorogo, KPK telah menetapkan empat orang sebagai tersangka, yakni Bupati Ponorogo Sugiri Sancoko, Sekda Ponorogo Agus Pramono, Direktur RSUD dr. Harjono Ponorogo Yunus Mahatma, dan pihak swasta Sucipto.
Mereka diduga terlibat dalam tiga klaster tindak pidana korupsi, yaitu suap jual beli jabatan, suap proyek pembangunan di RSUD, dan penerimaan gratifikasi di lingkungan Pemerintah Kabupaten Ponorogo.
Dalam perkara tersebut, Sugiri dan Agus diduga menerima suap dari Yunus terkait pengurusan jabatan. Selain itu, Sugiri dan Yunus juga diduga menerima uang dari Sucipto untuk pengaturan proyek di RSUD.
KPK menegaskan, kasus ini menjadi contoh nyata bagaimana praktik jual beli jabatan dapat menimbulkan korupsi lainnya, termasuk gratifikasi dan pengaturan proyek pemerintah.
KPK Dorong Reformasi Sistem ASN
KPK mendorong seluruh kepala daerah untuk membangun sistem seleksi jabatan yang transparan dan berbasis kinerja. Menurut lembaga antirasuah itu, pengawasan ketat terhadap rotasi dan promosi jabatan harus dilakukan untuk mencegah praktik transaksional di birokrasi.
> “Kita harus ubah pola pikir ASN. Jabatan bukan barang dagangan, tapi amanah untuk melayani publik,” tegas Tessa.












